Di balik hiruk pikuk kota besar, tersembunyi kampung-kampung kecil yang menyimpan harta karun berupa resep-resep autentik. Resep-resep ini, yang diwariskan secara lisan dan jarang tertulis, kini menghadapi ancaman kepunahan. Upaya Melestarikan Warisan Kuliner tradisional menjadi sangat mendesak, bukan hanya untuk menjaga keanekaragaman rasa, tetapi juga untuk melindungi identitas budaya bangsa. Perjalanan menelusuri jejak rasa di kampung-kampung terpencil ini mengungkap betapa kayanya Indonesia akan hidangan unik yang perlu diselamatkan dari keterlupaan.
Salah satu temuan paling berharga adalah Gulo Puan dari Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Hidangan ini adalah keju tradisional yang dibuat dari susu kerbau rawa yang dikentalkan. Dulu, Gulo Puan adalah makanan mewah para bangsawan, namun kini hanya diproduksi oleh segelintir keluarga di area tertentu. Berdasarkan dokumentasi dari Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) pada 15 Maret 2025, produksi Gulo Puan menurun drastis karena habitat kerbau rawa yang semakin menyusut dan kurangnya minat generasi muda untuk meneruskan teknik pembuatannya yang rumit. Proses pembuatannya memakan waktu minimal 4 jam pengadukan secara manual.
Kami juga menemukan Kue Satu dari Jawa Barat, yang kini semakin jarang dibuat secara tradisional. Kue kering ini terbuat dari tepung kacang hijau murni yang dipadatkan tanpa proses pemanggangan, melainkan dikeringkan di bawah sinar matahari. Teknik pengeringan ini harus dilakukan pada cuaca cerah selama dua hari penuh, sebuah syarat yang sulit dipenuhi di era modern. Pada Festival Jajanan Tradisional yang diadakan di Gedung Serbaguna pada 22 September 2024, hanya satu stand milik Ibu Tini (80 tahun) yang menyajikan Kue Satu dengan metode otentik. Kondisi ini memperkuat urgensi untuk Melestarikan Warisan Kuliner ini.
Upaya nyata dalam Melestarikan Warisan Kuliner juga terlihat di Maluku Utara. Kami mengulas Kasbi Komplang, hidangan yang terbuat dari singkong dan ikan cakalang. Kasbi Komplang adalah makanan pokok pengganti nasi yang memiliki nilai gizi tinggi, namun kalah populer dibandingkan mi instan. Menurut data dari Dinas Pertanian setempat per Januari 2025, konsumsi Kasbi Komplang di kalangan masyarakat usia produktif turun hingga 50% dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Para tokoh adat kini mulai mengadakan pelatihan memasak Kasbi Komplang bagi anak-anak sekolah setiap Hari Sabtu untuk menanamkan kecintaan pada hidangan leluhur.
Langkah-langkah penyelamatan ini menunjukkan bahwa Melestarikan Warisan Kuliner memerlukan sinergi antara komunitas, juru masak tradisional, dan dukungan pemerintah. Kita tidak boleh membiarkan resep-resep dengan sejarah puluhan, bahkan ratusan tahun ini, hilang begitu saja digilas modernisasi. Membeli dan mencoba hidangan tradisional dari kampung kecil adalah bentuk dukungan paling sederhana dan bermakna.
