Warisan kuliner Indonesia adalah khazanah tak ternilai yang terentang dari Sabang hingga Merauke. Dalam lautan masakan yang begitu kaya, terdapat permata tersembunyi berupa resep daerah yang jarang terekspos, serta makanan tradisional langka yang keberadaannya kian terancam punah. Upaya pelestarian bukan sekadar mempertahankan rasa, tetapi juga menjaga identitas dan sejarah suatu komunitas. Mengenal dan mempelajari masakan-masakan ini adalah langkah awal untuk memastikan keberlanjutan tradisi yang lezat dan otentik.
Salah satu makanan langka yang patut diangkat adalah Sayur Babanci khas Betawi. Nama “Babanci” sendiri dipercaya berasal dari sifat masakan yang “bukan babat dan bukan banci” (mengacu pada jenis kelamin), karena rasanya yang unik dan sulit diklasifikasikan, seperti bukan gulai, bukan kare, tapi memiliki perpaduan rasa yang kaya. Sayur Babanci ini umumnya hanya disajikan pada perayaan besar seperti Hari Raya Idulfitri dan Iduladha, menjadikannya kian eksklusif dan sulit ditemui sehari-hari.
Kekhasan Sayur Babanci terletak pada penggunaan bumbu dan rempah yang sangat spesifik dan kini mulai langka di pasar, seperti kedaung, botor, tai angin, dan lempuyang. Kelangkaan bahan-bahan inilah yang menjadi faktor utama mengapa masakan ini hampir menghilang. Berdasarkan catatan sejarah kuliner Betawi yang pernah dikumpulkan oleh Tim Peneliti Kuliner Jakarta pada tahun 2018, resep asli Sayur Babanci mensyaratkan setidaknya 21 jenis rempah, yang menunjukkan betapa kompleksnya warisan rasa yang coba dipertahankan. Data tersebut mencatat bahwa terakhir kali hidangan ini disajikan secara publik dalam acara “Festival Kuliner Warisan Jakarta” adalah pada tanggal 12 Juli 2024, di kawasan Kota Tua, yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta.
Bergerak ke wilayah lain, kita akan membongkar resep daerah yang tak kalah unik, yaitu Gulo Puan dari Palembang, Sumatera Selatan. Makanan ini adalah penganan manis yang terbuat dari campuran gula dan susu kerbau, yang dimasak hingga mengental dan bertekstur lembut seperti keju atau dodol. “Gulo” berarti gula, dan “puan” adalah sebutan untuk susu kerbau yang difermentasi.
Gulo Puan dulunya merupakan hidangan istimewa para bangsawan dan kesultanan di Palembang. Sayangnya, produksi susu kerbau kini tidak semudah dulu, sehingga Gulo Puan sangat jarang diproduksi. Dalam laporan dari Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Palembang, diketahui bahwa upaya pelatihan pembuatan Gulo Puan terakhir dilakukan pada hari Kamis, 27 Agustus 2026, dengan melibatkan 15 orang peserta dan pendampingan dari seorang Ibu ahli waris resep, Ibu Mariam (78), sebagai bagian dari program revitalisasi kuliner tradisional. Informasi ini menegaskan bahwa untuk membongkar resep daerah seperti Gulo Puan, dibutuhkan dedikasi dari komunitas lokal dan dukungan dari pihak terkait.
Contoh lain yang patut diangkat adalah Ampiang Dadiah dari Sumatera Barat. Hidangan ini menggabungkan “ampiang” (beras ketan yang ditumbuk) dan “dadiah” (fermentasi susu kerbau yang disimpan dalam potongan bambu). Proses fermentasi dadiah secara tradisional ini membutuhkan waktu beberapa hari, biasanya minimal dua sampai tiga malam, yang kemudian dicampur dengan ampiang, santan, dan gula merah, disajikan dingin.
Ampiang Dadiah menawarkan cita rasa asam segar dari dadiah yang berpadu dengan gurihnya santan dan manisnya gula merah. Ini merupakan representasi sempurna dari tradisi kuliner Minangkabau yang memanfaatkan hasil peternakan dan pertanian dengan teknik pengawetan alami. Proses pembuatan dadiah yang khas, yakni di dalam tabung bambu yang ditutup daun pisang, bukan hanya metode, tetapi juga bagian dari ritual budaya yang kini semakin jarang dilakukan oleh generasi muda, membuat hidangan ini kian sulit ditemukan kecuali di pasar-pasar tradisional tertentu atau pada waktu-waktu khusus. Dengan terus membongkar resep daerah ini, kita dapat memastikan warisan rasa ini tidak hanya menjadi kenangan, tetapi juga tetap hidup di meja makan. Artikel ini bertujuan untuk merangsang kembali minat pada kekayaan kuliner yang tersembunyi ini, sebelum semuanya hilang ditelan zaman.
